Faktadelik.com, Wajo – Lembaga Komunitas Anti Korupsi (L-KONTAK) menduga Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) 2 (Dua) Proyek pada Balai Prasarana Permukiman Wilayah (BPPW) Sulawesi Selatan, adalah pihak yang paling bertanggungjawab terkait tidak adanya aktivitas pekerjaan dilokasi kegiatan.
L-KONTAK melalui Dian Resky Sevianti, Ketua Divisi Monitoring dan Evaluasi (Monev), menyayangkan tindakan yang dilakukan PPK dengan memberikan ruang perpanjang waktu tanpa mampu dibuktikan penyedia jasa (Kontraktor) untuk menyelesaikan pekerjaannya.
Dian Resky mendesak Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kajati Sulsel) dan jajarannya, guna mengambil langkah signifikan dalam pemberantasan tindak pidana korupsi dengan membuka penyelidikan terhadap 2 (dua) proyek yang masih dalam tahap pelaksanaan di Balai Prasarana Permukiman Wilayah (BPPW) Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) tahun anggaran 2024.
Kedua proyek yang dimaksud yakni Pembangunan Jaringan Perpipaan SPAM Kota Sengkang Kabupaten Wajo oleh CV. RIS Putra Delta senilai kontrak Rp. 27.779.200.000,-, dan Pembangunan Tangki Septik dan Sarana Pendukung di Kabupaten Wajo senilai pagu Rp. 9.267.053.000,-.
“Menurut warga, material dan pekerja Pembangunan Tangki Septik tidak ada. Inilah bukti jika PPK nya juga tidak profesional. Ini bukan uang mereka, asaz manfaatnya apa? Kami tantang PPK nya segera melakukan pemutusan kontrak, dan bertanggungjawab terhadap pekerjaan yang belum diselesaikan,” tegas Dian Resky, Senin, (13/01/2025).
L-KONTAK meminta Kejati Sulsel untuk memanggil PPK, Kontraktor, Konsultan Pengawas, dan Konsultan Perencana, dan meminta seluruh dokumen terkait kedua kegiatan tersebut, guna menunjukkan keseriusan Kejati Sulsel dalam menangani kasus itu yang berpotensi merugikan keuangan negara.
CV. RIS Putra Delta, dan penyedia jasa Pembangunan Tangki Septik, menurut Dian Resky, diduga tidak mampu menyelesaikan pekerjaannya sampai batas waktu perpanjang yang dimintanya.
“PPK dan penyedia jasa sangat tidak profesional. Pihak-pihak inilah yang harus bertanggung jawab. Sebaiknya, tim Kejati Sulsel melakukan pemeriksaan menyeluruh kepada oknum-oknum tersebut sebelum kerugian negara bertambah,” ungkapnya.
Berdasarkan kajian L-KONTAK, Dian Resky mengatakan, terhadap Pembangunan Tangki Septik dan Sarana Pendukungnya, potensi Penggelembungan (Mark-up) harga satuan sangat jelas. Dia meminta Kajati Sulsel dan jajarannya mampu membuktikan dengan melakukan pemeriksaan terhadap oknum-oknum yang diduga terlibat, dan menyeretnya sampai ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipidkor).
“Berdasarkan kajian kami, estimasi kerugian negara pada kedua proyek itu sangat besar. Belum lagi denda keterlambatan. Kami juga akan meminta BPK untuk melakukan audit terhadap adanya dugaan kerugian negara, termasuk penetapan harga satuan/unitnya,” bebernya.
Dian Resky meminta, agar Kejati Sulsel berkomitmen untuk memperkuat pemberantasan tindak pidana korupsi di wilayah Provinsi Sulawesi Selatan. Dia berharap, Kajati Sulsel untuk tidak memberikan toleransi terhadap segala bentuk penyimpangan yang merugikan masyarakat dan negara.
“Kami berharap Kajati Sulsel dan jajarannya untuk memastikan setiap pengaduan masyarakat berjalan sesuai proses hukum dengan prinsip keadilan dan transparansi. Dukungan masyarakat sangat penting untuk membantu Kajati mengungkap kasus-kasus korupsi, termasuk apa yang saat ini terjadi di BPPW Sulsel,” jelasnya. (*)