Faktadelik.Com, Makassar – Proyek fisik beberapa sekolah tingkat SD dan SMP di Kota Palopo melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik Bidang Pendidikan Tahun Anggaran 2021 oleh Dinas Pendidikan Kota Palopo diduga tidak sesuai mekanisme, sehingga hal tersebut menyulut reaksi keras Dewan Pengurus Pusat Lembaga Komunitas Anti Korupsi (DPP L-KONTAK).
Sejumlah indikasi pelanggaran seperti Maladministrasi dan Mark-Up anggaran menjadi dasar pelaporan DPP L-KONTAK ke Aparat Penegak Hukum (APH). Menurut Dian Resky Sevianti, Ketua Divisi Monitoring Dan Evaluasi (Monev) DPP L-KONTAK, indikasi tersebut akibat dalam pengelolaannya, Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Palopo melaksanakan tanpa melalui mekanisme sebagaimana yang dituangkan pada Lampiran Angka I huruf B.1.c, Permendikbud No. 5 Tahun 2021 tentang Petunjuk Operasional Dana Alokasi Khusus Fisik Reguler Bidang Pendidikan Tahun Anggaran 2021.
Dian Resky Sevianti, Ketua Divisi Monitoring Dan Evaluasi (Monev), menjelaskan, perhitungan tingkat kerusakan bangunan gedung negara seharusnya melalui ketentuan yang diatur pada Peraturan Menteri PUPR Nomor 22/PRT/M/2018, Tentang Pembangunan Bangunan Gedung Negara, dimana Tenaga Taksasi yang melakukan perhitungan diwajibkan memiliki Sertifikat Pengelola Teknis, yang diterbitkan BPSDM Kementerian PUPR.
“Taksasi Pembongkaran dan Takasasi Aset itu penting, tenaga yang menghitung itu harus jelas kewenangannya, bukan karena dia dari Dinas PU setempat (Kota Palopo) lantas seenaknya melakukan hal itu. Lalu untuk apa aturan dibuat, kalau hanya dijadikan pajangan?,” jelas Dian Resky.
Ketidakpatuhan atas regulasi diduga menjadi pemicu munculnya perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan penyalahgunaan wewenang dan jabatan.
“Jika sudah tidak patuh terhadap regulasi yang ada, bisa jadi ilegal alias maladministrasi,” ungkapnya.
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), dan Kepala Dinas Pendidikan Kota Palopo diduga tidak mengajukan permohonan permintaan Tenaga Pengelola Teknis sebagai persyaratan mutlak kepada Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang ditunjuk sebagaimana yang diatur pada Peraturan Gubernur Nomor 39 Tahun 2019.
Dia juga menduga nilai Rehabilitasi yang dilaksanakan pada beberapa sekolah penerima bantuan Tahun anggaran 2021, prosentase nilai rehabnya hanya berkisar 23 persen hingga 30 persen.
“Kami perkirakan berkisar 23 persen hingga 30 persen nilai rehabnya, tidak seimbang dengan anggaran yang digunakan. Kami menduga nilai itu tidak wajar,” ungkapnya.
Dia berharap, agar APH mengusut tuntas temuan lembaganya dengan memanggil pihak terkait PPK, Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)/Pengguna Anggaran (PA), dan perusahaan penyedia jasa dengan melakukan proses penyelidikan dan penyidikan atas adanya dugaan Maladministrasi dan Mark-up anggaran.
“Kami akan mendesak APH untuk mengusut tuntas proyek tersebut. PPK, dan PA serta penyedia jasa adalah bahagian yang kami laporkan, kita tunggu saja kerja dari teman-teman di APH,” tutupnya.