Faktadelik.Com, Makassar – Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Kepala Dinas Pendidikan Kota Palopo resmi dilaporkan L-KONTAK ke Aparat Penegak Hukum (APH) terkait sejumlah dugaan penyimpangan dalam proyek fisik beberapa sekolah tingkat SD dan SMP di Kota Palopo melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik Bidang Pendidikan Tahun Anggaran 2021 dan 2022.
Proyek yang dikelola oleh Dinas Pendidikan Kota Palopo itu, dilaporkan Dewan Pengurus Pusat Lembaga Komunitas Anti Korupsi (DPP L-KONTAK) ke APH akibat adanya dugaan Maladministrasi dan Mark-Up anggaran.
Menurut Dian Resky Sevianti, Ketua Divisi Monitoring Dan Evaluasi (Monev) DPP L-KONTAK, proyek tersebut terindikasi tanpa melalui mekanisme sebagaimana yang dituangkan pada Petunjuk Teknis (Juknis) DAK Fisik Bidang Pendidikan serta ketentuan dalam Peraturan Menteri PUPR Nomor 22/PRT/M/2018, Tentang Pembangunan Bangunan Gedung Negara.
“Taksasi Pembongkaran dan Taksasi Aset itu penting, tenaga yang menghitung itu harus jelas kewenangannya, bukan karena dia dari Dinas PU setempat lantas seenaknya melakukan hal itu. Lalu untuk apa aturan dibuat, kalau hanya dijadikan pajangan? Apalagi pemeriksaan dilakukan oleh PPK dan pengesahan Detail Design (DD) nya oleh Kepala Dinas yang tidak memiliki kewenangan bahkan disiplin ilmu Teknik,” jelas Dian Resky.
Ketidakpatuhan atas regulasi diduga menjadi pemicu munculnya perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan penyalahgunaan wewenang dan jabatan.
“Ini merupakan pintu masuk bagi APH untuk membongkar dugaan perbuatan melawan hukum oleh pihak terkait. Sebab jika sudah tidak patuh terhadap regulasi yang ada, bisa jadi produk yang dihasilkan itu ilegal,” ungkapnya.
Kepala Dinas Pendidikan Kota Palopo dan PPK diduga tidak mengajukan permohonan permintaan Tenaga Pengelola Teknis sebagai persyaratan mutlak kepada Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang ditunjuk sebagaimana yang diatur pada Peraturan Gubernur Nomor 39 Tahun 2019.
“Periksa PPK dan Kadisnya, kami menduga ada penggelembungan harga disana,” katanya.
Dia juga menduga nilai Rehabilitasi yang dilaksanakan pada beberapa sekolah penerima bantuan Tahun anggaran 2021 dan 2022, prosentase nilai rehabnya hanya berkisar 23 persen hingga 30 persen.
“Kami perkirakan berkisar 23 persen hingga 30 persen nilai rehabnya, tidak seimbang dengan anggaran yang digunakan. Kami menduga nilai itu tidak wajar. Kami telah siapkan buktinya,” ungkapnya.
Dia berharap, agar APH mengusut tuntas temuan lembaganya dengan melakukan proses penyelidikan dan penyidikan atas adanya dugaan Maladministrasi dan Mark-up anggaran.
“Kami berharap agar APH menyeret yang diduga terlibat ke meja hijau untuk segera diadili sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Kita tunggu saja kerja dari teman-teman di APH,” tutupnya.